Pembatalan PPJB dan konsekuensi

Aktainaja.com - Transaksi pembelian rumah harus dilakukan dengan sebuah perjanjian untuk memberikan kepastian hukum baik bagi penjual maupun pembeli. Dalam persoalan tanah objek perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, pembatalan jual beli rumah sepihak oleh pembeli pun juga diatur secara hukum.  

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah mengandung hak dan kewajiban yang telah disepakati dari para pihak yang membuatnya. Atas dasar itu, apabila hal-hal yang telah disepakati dalam PJBB dilanggar atau tidak dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya maka hal tersebut dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah tersebut dapat pula dibatalkan oleh suatu keputusan pengadilan. Tentunya akibat dari pembatalan PPJB oleh mengandung konsekuensi hukum. Terutama terkait dengan penggantian uang muka yang telah dibayarkan.

1. Pembatalan Jual Beli Rumah Sepihak

Beberapa penyebab yang mengakibatkan pembatalan jual beli rumah sepihak oleh pembeli dikarenakan wanprestasi. Yakni pihak developer tidak melakukan kewajibannya untuk memberikan prestasi, misalnya tidak memberikan serah terima kunci pada saat waktu yang telah ditentukan. Kemudian, konsumen lalai dalam melakukan kewajibannya untuk membayar unit condominium yang telah disepakati di dalam PPJB. Atau konsumen melakukan pembayaran namun tidak sebagaimana diperjanjikan dalam PPJB.

2. Pembatalan PPJB dan Konsekuensinya

Berdasarkan Pasal 1451 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), pembatalan perjanjian atas dasar ketidakcakapan salah satu pihak membawa akibat, bahwa para pihak dipulihkan ke dalam keadaan seperti sebelum perjanjian ditutup. Konsekuensi dari pembatalan perjanjian tersebut adalah bahwa prestasi yang telah diserahkan, timbal balik harus dikembalikan.

Apabila PPJB dibatalkan, tentunya akan ada akibat hukum PPJB. Selain itu, yang perlu diketahui adalah bagaimana perlindungan hukum apabila pihak pembeli yang membatalkan PPJB begitupun sebaliknya. Seperti sanksi administrasi. Terkait dengan pihak yang dinyatakan harus membayar denda akibat batalnya PPJB tersebut, maka seharusnya dibuktikan dulu.

Dalam PPJB harus disebutkan dengan jelas mengenai sanksi yang diberikan jika salah satu pihak dinyatakan wanprestasi. Hal ini sebagai pencegahan apabila dikemudian hari terdapat sengketa di antara para pihak. Maka, akibat yang ditimbulkan akibat batalnya PPJB yang dibuat dihadapan notaris karena wanprestasi adalah:

  1. Adanya denda yang harus dibayarkan oleh pihak yang melakukan tindakan wanprestasi.
  2. Akta yang dibuat dihadapan notaris yaitu akta PPJB menjadi dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi unsur subyektif atau batal demi hukum apabila tidak memenuhi unsur objektif.
  3. Membayar biaya perkara apabila pembatalan PPJB tersebut dilakukan dimuka pengadilan.

Ketentuan Pembatalan dalam PPJB

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah telah mengatur mengenai hal apa yang harus dilakukan jika terjadi pembatalan PPJB. Terdapat 2 kondisi alasan pembatalan PPJB, di mana masing-masing memiliki akibat hukumnya. Pembatalan PPJB dapat dilakukan dalam hal adanya kelalaian dari pelaku pembangunan atau kelalaian dari pembeli. PPJB Pada Permen PUPR tersebut adalah dalam konteks pemasaran jual beli rumah (properti) yang dilakukan pengembang (developer).

Dalam ketentuan pembatalan PPJB, sebaiknya terdapat sejumlah pernyataan yang memperjelas atau menegaskan seperti di bawah ini:

1. Penyebutan alasan pemutusan perjanjian

Sebaiknya diperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutuskan perjanjian. Sehingga tidak semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya. Namun, hanya wanprestasi seperti yang disebutkan dalam perjanjian saja.

2. Perjanjian dapat diputus dengan sepakat kedua belah pihak

Hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi hukum, perjanjian dapat diterminasi jika disetujui oleh kedua belah pihak.

3. Penyampingan Pasal 1266 KUHPerdata

Jika ingin memutuskan perjanjian, para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur pengadilan, tetapi dapat diputuskan langsung oleh para pihak. Dengan ini, Pasal 1266 KUHPerdata harus dengan tegas dikesampingkan.

  • Pembatalan Jual Beli Rumah Sepihak oleh Penjual

Secara hukum dalam PPJB harus diatur mengenai pembatalan PPJB, maka Anda sebagai pembeli hendak melakukan pembatalan, harus dilakukan sesuai dengan isi PPJB tersebut. Meski demikian, perihal pembatalan dan pengembalian DP, dalam PP 12/2021 telah diterbitkan untuk menggantikan Permen PUPR 11/2019.

Dalam PP telah diatur bahwa dalam hal pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pelaku pembangunan (developer), pembayaran yang telah diterima harus dikembalikan kepada pembeli.Mengingat PPJB hanya dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

  • Status kepemilikan tanah
  • Hal yang diperjanjikan
  • Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
  • Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
  • Keterbangunan paling sedikit 20%
  • Pembatalan Jual Beli Rumah Sepihak oleh Pembeli

Jika pembayaran telah dilakukan pembeli paling banyak 10 persen dari harga transaksi, dan terjadi pembatalan jual beli rumah sepihak oleh pembeli setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, maka keseluruhan pembayaran menjadi hak pelaku pembangunan. Sedangkan jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10 persen dari harga transaksi, dan terjadi pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian pembeli, pelaku pembangunan berhak memotong 10 persen dari harga transaksi.

Pembatalan PPJB dengan meminta pengembalian uang yang telah Anda bayarkan tergantung kepada siapa terjadi kelalaian tersebut. Untuk menilai kelalaian tersebut, perlu diperhatikan pula ketentuan-ketentuan dalam PPJB.

 

Untuk info selengkapnya bisa hubungi www.aktainaja.com

 

Bagikan berita Ini